
Sejarah dan motif ukiran kayu Jepara mendapat julukan Kota Ukir Dunia
Kota Jepara terkenal dengan kerajinan ukiran kayu yang bahkan sudah terkenal di seluruh dunia. Kerajinan ukiran Jepara ini mempunyai sejarah yang panjang dan dikatakan sudah ada sejak Kerajaan Kalinyamat. Dengan seiring berkembangnya jaman, maka tokoh perempuan Indonesia yakni R.A Kartini juga punya andil yang besar dalam perkembangan seni ukir di Jepara. Ketika itu, Kartini mempromosikan kerajinan ukir kayu ke kota besar di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri dengan tujuan supaya pengrajin bisa lepas dari kemiskinan.
Meski pernah terjadi pasang surut, namun kerajinan ukir kayu Jepara terus berkembang. Di tahun 2015, hasil ukiran diekspor sampai ke 113 negara yang bahkan sekarang Jepara sendiri mendapat julukan The World Carving Center atau kota ukir dunia.
Sentra ukir Jepara yang ada sekarang ini semakin mempermudah para pembeli untuk mencari produksi serta barang yang semakin efisien. Dari mulai sentra patung, relief, gebyok, lemari dan sebagainya. Pemkab Jepara sendiri memusatkan ukuran Jepara menjadi beberapa bagian, yakni:
- Sentra Ukir Patung di Desa Mulyoharjo: Salah satu jenis seni patung yang paling terkenal adalah patung Macan Kurung.
- Sentra Ukir Relief di Desa Senenan: Desainnya terus berkembang tidak hanya pemandangan namun juga sampai desain dimensi lain.
- Sentra Ukir Minimalis di Desa Petekeyan: Tidak hanya dipasarkan offline namun juga online atau pada website.
- Sentra Ukir Gebyok di Desa Bimbingrejo: Cocok untuk pintu rumah atau masjid sehingga terlihat unik dan menarik.
Sejarah Ukiran Kayu Jepara Versi Pertama
Dulu terdapat cerita unik tentang asal munculnya seni ukir di Jepara. Dikatakan jika dulu terdapat seorang pelukis dan pengukir dari Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Di masa pemerintahan raja Brawijaya, pengukir bernama Prabangkara atau disebut juga dengan Joko Sungging sangat terkenal di semua negeri.
Suatu ketika sang raja Brawijaya ingin mempunyai sebuah lukisan istrinya dalam kondisi tanpa busana sebagai wujud rasa cinta raja pada istrinya. Ini membuat Prabangkara dipanggil untuk mewujudkan keinginan raja. Tentunya hal ini sulit untuk Prabangkara sebab ia tidak pernah melihat istri raja tanpa mengenakan busana sama sekali.
Kemudian, ia berimajinasi dan berhasil mengerjakan lukisan tersebut. Saat Prabangkara sedang istirahat, raja melihat cecak yang membuang kotoran dan mengenai lukisan tersebut kemudian mengering dan terlihat seperti tahi lalat. Raja sangat senang sebab lukisan tersebut sangat sempurna seperti aslinya. Namun ketika melihat ada tahi lalat, raja menjadi murka dan menuduh Prabangkara pernah melihat permaisuri langsung tanpa busana karena lokasi tahi lalat tersebut ternyata tepat seperti aslinya.
Raja kemudian merasa cemburu dan menghukum pelukis tersebut dengan mengikatnya di layang layang dan menerbangkannya. Layang layang tersebut kemudian terbang sampai ke belakang gunung di daerah Jepara dan mendarat yang kini bernama Mulyoharjo di Jepara. Sesudah itu, Prabangkara mengajarkan ilmu mengukir ke warga Jepara dan keahliran ukir tersebut tersebut bertahan sampai sekarang.
Sejarah Ukiran Kayu Jepara Versi Kedua
Untuk versi kedua sejarah ukiran kayu Jepara dikatakan jika dulu terdapat seniman hebat bernama Ki Sungging Adi Luwih yang tinggal di kerajaan dan keahliannya dikenal sampai diketahui raja. Raja kemudian ingin memesan gambar permaisuri pada Ki Sungging. Ia kemudian menyelesaikan lukisan tersebut namun ketika ingin menambahkan cat hitam untuk rambut, ada cat yang tercecer pada gambar tersebut sehingga terlihat seperti tahi lalat di bagian paha lukisan tersebut.
Lukisan lalu diserahkan ke raja dan dikagumi sang raja. Namun, raja merasa curiga pada Ki Sungging karena menganggap jika Ki Sungging pernah melihat permaisuri tanpa busana akibat tahi lalat yang ada di paha pada gambar tersebut. Raja kemudian terpaksa menghukum Ki Sungging dengan cara membawa alat pahat dan memintanya untuk membuat patung permaisuri di udara naik layang layang.
Ukiran patung permaisuri tersebut kemudian selesai, namun secara tiba tiba ada angin kencang dan patung tersebut jatuh hingga terbawa sampai ke Bali. Inilah sebabnya masyarakat Bali juga dikenal sebagai ahli membuat patung. Sedangkan alat pahat yang digunakan Ki Sungging terjatuh di belajang gunung dan lokasi tersebut yang sekarang diakui sebagai tempat berkembangnya seni ukiran.
Sejarah Umum Ukiran Kayu Jepara
Di masa Kerajaan Kalinyamat, arsitektur Jepara terus mengalami kemajuan khususnya di bidang ukiran. Pada saat Tjie Bin Thang serta ayah angkatnya bernama Tjie Hwio Gwan pindah ke Jepara dan Tjie Bin Thang menjadi raja di kerajaan Kalinyamat dimana ia mendapat gelar Sultan Hadlirin dan juga Tjie Hwio Gwan menjadi patih bergeral Sungging Badar Duwung. Arti dari gelar Sungging Badar Duwung adalah sungging berarti memahat, badar berarti batu dan juga duwung berarti tajam. Nama sungging ini diberikan sebab Badar Duwung merupakan seorang ahli pahat dan juga seni ukir.
Tjie Hwio Gwan merupakan pembuat hiasan ukiran dinding pada Masjid Astana Mantingan. Ia yang kemudian mengajarkan keahlian seni ukir pada penduduk Jepara. Ketika masih sibuk menjadi mangkubumi Kerajaan Kalinyamat, ia masih mengukir di atas batu yang didatangkan dari Tiongkok. Karena batu tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, maka penduduk Jepara memahat ukiran di batu putih serta kayu.
Tjie Hwio Gwan yang kemudian mulai mengajarkan seni ukir ke penduduk Jepara sehingga kebanyakan arsitektur rumah di Jepara dihiasi dengan ornamen ukir akibat warga Jepara sangat mahir dalam seni ukir. Bahkan sekarang ini, produk furniture kayu ukiran Jepara sampai terkenal di seluruh dunia.
Bukti paling otentik ukiran Jepara adalah artefak peninggalan zaman Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan. Ukiran Jepara jejaknya telah ada di masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat yakni dari 1521 sampai 1546. Ratu memiliki anak perempuan bernama Retno Kencono yang memiliki peran besar dalam perkembangan seni ukir. Di sebuah kerajaan terdapat seorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa atau disebut juga dengan Cambodia. Ia menjadi pengukir yang sangat baik.
Ratu kemudian membangun Masjid Mantingan serta Makam Jirat yakni makam suaminya kemudian meminta Sungging mempercantik bangunan tersebut dengan ukiran. Hingga sekarang, ukiran masih bisa dilihat pada Masjid dan juga Makam Sultan Hadlirin dimana terdapat 114 relief di batu putih karena Sungging sanggup memenuhi permintaan dari Ratu Kalinyamat tersebut.
Motif Ukiran Kayu Jepara
Motif khas Jepara adalah ekspresi bentuk tanaman yang menjalar. Di setiap bagian ujung relungnya menjumbai daun krawing yang sangat dinamis dan biasanya pada bagian tengah jumbai terdapat buah kecil berbentuk lingkaran. Ciri ini bisa terlihat dengan adanya jenis burung merak. Tangkai relungnya panjang melingkar membentuk cabang kecil yang berguna sebagai pemanis atau mengisi ruang.
Ukiran kayu Jepara sangat cocok digunakan untuk dekorasi rumah karena bisa menambah keindahan hunian anda. Ada begit banyak ukiran kayu Jepara dan berikut adalah beberapa rekomendasinya:
- Motif Makara
Motif ukiran kayu Jepara yang cocok untuk hunian pertama adalah motif makara. Ini adalah ukiran perpaduan dari dua unsur budaya yaitu Hindu Jawa dan juga Islam.
Makara sendiri adalah makhluk mitologi Hindu di dalam tokoh dongeng yang biasa terlihat di relief candi Indonesia. Bentuknya adalah gabungan dua hewan naga dan gajah atau bisa juga bentuk hewan lain. Pada kisahnya, makhluk air dari India ini menjadi kendaraan dewi Gangga dan juga dewa Baruna. - Motif Ukir Naga
Motif ukiran Jepara berikutnya adalah ukir naga. Naga juga menjadi hewan mitologi yang dipercaya menjadi simbol penguasa serta dikenal di hampir seluruh dunia. Motif ini biasanya ada di pintu bledek pada masjid Deman dan biasa diaplikasikan juga di gebyok, lukisan suku Dayak serta relief. - Motif Gunungan
Motif ukiran Jepara berikutnya yang terkenal adalah motif gunungan, motif tumbuhan dan motif daun. Contohnya seperti bentuk daun lancip meruncing ke arah atas seperti daun pandan dan motif daun kamboja. Motif gunungan ini biasanya disematkan pada ukiran seperti masjid Mantingan. - Motif Burung
Motif ukiran Jepara berikutnya yang sering digunakan adalah motif burung. Biasanya, motif ini digunakan untuk daun meja tempat jahitan Kartini. Ini adalah salah satu karya seni bingkai ukiran yang sempat dikirim Kartini di Pameran Nasional Karya Wanita atau Nationale Tentoonstelling voor Vrownarbeid pada tahun 1898. Ini juga menjadi langkah awal mulai dikenalnya ukiran Jepara di dunia internasional. - Jendela Krepyak Cermin Hias Jati Ukir Mentah
Krepyak merupakan jendela yang mempunyai rangkaian jalusi yang tersusun horizontal. Jalusi ini berguna untuk mengatur sirkulasi udara dan juga cahaya. Jalusi sendiri ada yang ditanam permanen dan ada juga yang tidak. Ketika krepyak dipasang di ruangan, maka sirkulasi udara akan semakin baik dan cocok untuk daerah beriklim tropis seperti Indonesia.
Jendela ini dijual mentah yang nantinya bisa dicat kembali sesuai dengan keinginan. Jendela terbuat dari kayu jati berukuran 60x70 cm dan juga 70x80 cm.
Status Sosial Ukiran Jepara
Furniture ukiran Jepara bisa menunjukkan status sosial jika seseorang benar benar berkelas. Untuk orang yang punya furniture ukiran Jepara seperti patung, meja, lemari dan sebagainya seolah bisa meningkatkan status sosial sekaligus memperlihatkan status ekonomi pemilik rumah tersebut. Ini disebabkan karena kualitas ukir Jepara yang sudah terkenal sangat baik dan harganya juga mahal. Untuk itu bagi seseorang yang memiliki ukiran Jepara biasanya adalah seorang pengusaha kaya atau seorang pejabat.
Keunggulan Ukiran Kayu Jepara
Ukiran Jepara sendiri memiliki banyak keunggulan yang membuatnya sangat terkenal hingga ke seluruh dunia. Berikut adalah beberapa keunggulan dari ukiran Jepara:
- Inovasi Para Pengrajin Ukiran Jepara
Apabila lebih dicermati, maka pada motif ukiran Jepara selalu berubah mengkuti zaman yang sedang berkembang sehingga tidak monoton. Jika dulu ukiran Jepara umumnya bermotif klasik dan rumit, sekarang ini motif serta modelnya dibuat lebih sederhana agar terkesan minimalis sesuai dengan trend yang sedang digemari sekarang ini. - Tampilan Ukiran
Tampilan ukiran Jepara akan selalu terlihat tidak kaku dan rapi sehingga lebih enak dilihat. Kecantikan ukiran Jepara ini tidak pernah terkikis dimakan zaman dan bisa dinikmati kapan saja. - Pengukir yang Profesional
Agar bisa menghasilkan ukiran yang menarik dan baik, maka pengrajin harus punya jiwa seni yang tinggi. Untuk itulah, setiap pengukir harus memiliki ketelatenan dan juga keahlian yang tinggi dan semuanya dimiliki oleh pengukir Jepara.