
Perkembangan Ukiran Kayu dari Jepara Hingga Akhirnya Dikenal Seluruh Dunia
Salah satu produk unggulan yang berasal dari Jepara adalah ukiran kayu. Ketika berbicara tentang Jepara, maka seni ukir menjadi pembahasan utama yang sering dibicarakan. Ini disebabkan karena cerita tentang seni ukir Jepara masa lalu dan juga julukan yang berasal dari dalam negeri hingga akhirnya perkembangan ukiran kayu dari Jepara hingga akhirnya dikenal seluruh dunia. Perjalanan seni ukir kayu dari Jepara ini juga sangat panjang dan sudah ada sejak dulu di Jepara serta menjadi bagian dari Kerajaan Kalinyamat.
Asal Usul Seni Ukir Khas Jepara
Cerita mengenai pelukis dan pengukir dari zaman kerajaan Majapahit pemerintahan raja Brawijaya diceritakan secara turun temurun di Jepara. Sampai saat ini, legenda ini masih tetap terdengar sangat kuat dan banyak yang percaya jika legenda itu adalah sejarah dari awalnya kota Jepara terkenal dengan kerajinan ukiran kayu serta ada banyak pengrajin yang pandai menciptakan karya seni tersebut.
Diceritakan jika dulu Prabangkara yakni seorang ahli ukir dan lukis dipanggil Raja Brawijaya dengan tujuan melukis sang istri dalam kondisi tidak memakai busana sebagai wujud dari rasa cinta raja pada sang istri. Sebagai seorang pelukis, Prabangkara diminta melukis memakai imajinasi tanpa harus melihat istri raja tanpa busana.
Prabangkara kemudian melaksanakan tugas tersebut dengan baik. Namun sayangnya, kotoran cecak terjatuh dan mengenai lukisan tersebut. Ini menyebabkan lukisan permaisuri seperti memiliki tahi lalat pada bagian paha. Raja merasa puas dengan hasil lukisan dari Prabangkara. Akan tetapi ketika melihat tahi lalat pada lukisan, maka raja menjadi sangat marah kemudian menuduh Prabangkara sudah melihat sang istri tanpa memakai busana sebab ternyata lokasi tahi lalat tersebut memang sama persis seperti aslinya.
Prabangkara kemudian mendapat hukuman dengan cara diikat pada layang layang kemudian diterbangkan dan akhirnya terjatuh di bagian belakang gunung yang kini diberi nama Mulyoharjo. Prabangkara akhirnya mengajarkan ilmu ukiran tersebut pada banyak warga Jepara serta keahlian ukir warga Jepara masih terus bertahan dan berkembang hingga saat ini.
Selain cerita dari Prabangkara, terdapat juga cerita lain yang turut berkembang di masyarakat. Dari sejarah disebutkan jika masyarakat Jepara memiliki keahlian pahat ukir kayu yang berasal dari seniman hebat yakni Ki Sungging Adi Luwih. Ki Sungging Adi Luwih ini tinggal di kerajaan dan keahlian dari Ki Sungging tersebut kemudian sampai terdengar ke telinga raja.
Secara singkat, raja ingin memesan gambar untuk sang istri pada Ki Sungging. Ki Sungging kemudian menyelesaikan gambar tersebut dengan baik. Akan tetapi ketika Ki Sungging ingin menambah cat hitam untuk rambut, cat tersebut tercecer di bagian paha sehingga terlihat seperti tahi lalat. Setelah itu, lukisan permaisuri diserahkan ke raja yang membuat raja sangat terpukau dengan hasilnya.
Akan tetapi, raja juga curiga dan menganggap jika Ki Sungging sudah pernah melihat permaisuri tanpa busana sebab letak tahi lalat pada lukisan tersebut sama persis dengan aslinya. Ini membuat raja menghukum Ki Sungging dengan cara memintanya membawa alat pahat dan diminta membuat patung permaisuri di udara menaiki layang layang. Ukiran tersebut kemudian sudah setengah jadi, namun secara mendadak ada angin kencang yang datang dan membuat patung jatuh hingga terbawa sampai ke Bali.
Inilah yang menyebabkan masyarakat di Bali juga mengenal serta ahli dalam pembuatan patung. Sedangkan untuk alat pahat yang digunakan Ki Sungging jatuh di belakang gunung. Tempat jatuhnya alat tersebut kemudian diakui sekarang ini sebagai kota Jepara tempat seni ukiran terus berkembang.
Masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat
Ukiran khas Jepara sudah ada di zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat pada tahun 1549. Anak perempuan dari ratu yakni Retno Kencono memiliki peran besar dalam perkembangan seni ukir di Jepara. Sekarang ini, kesenian ukir sudah berkembang sangat pesat ditambah juga dengan menteri Sungging Badarduwung dari Campa yang juga ahli seni ukir.
Sedangkan area belakang gunung diceritakan kelompok pengukir yang memiliki tugas melayani keperluanukir dari keluarga kerajaan. Seiring berjalannya waktu, kelompok tersebut terus berkembang hingga akhirnya banyak desa tetangga yang juga turut belajar untuk mengukir.
Era Raden Ajeng Kartini
Setelah Ratu Kalinyamat, perkembangan ukir Jepara sempat berhenti dan berkembang kembali di zaman Kartini yakni pahlawan wanita yang berasal dari Jepara. Raden Ajeng Kartini memiliki peran yang sangat besar dalam seni ukir. Ia beranggapan jika kehidupan pengrajin ukir tidak lepas dari kemiskinan dan ini sangat mengganggu batinnya.
R.A Kartini lalu memanggil beberapa orang pengrajin yang ada di belakang gunung untuk membuat ukiran seperti meja kecil, peti jahitan, pigura, tempat menyimpan perhiasan dan berbagai benda cinderamata. Kemudian, berbagai benda tersebut dijual Kartini ke Semarang serta Batavia yang kini disebut sebagai Jakarta sehingga seni ukir Jepara diketahui banyak orang.
Ini membuat pesanan terus bertambah dan hasil dari produksi seni ukir Jepara juga semakin bertambah dari segi jenisnya. Sedangkan Kartini kemudian juga memperkenalkan seni ukir khas Jepara sampai ke luar negeri dengan cara memberikan cinderamata untuk beberapa orang teman yang ada di luar negeri. Semua hasil penjualan barang yang sudah dikurangi dengan biaya produksi kemudian diserahkan seluruhnya pada pengrajin sehingga bisa meningkatkan taraf hidup yang bergelut dalam bidang tersebut.
Julukan Sebagai Kota Ukir
Julukan sebagai kota ukir sudah melekt dan menjadi identitas dari kota Jepara itu sendiri. Tidak hanya karena cerita masa lalu, namun pada faktanya, Jepara juga memiliki banyak penduduk yang ahli mengukir ditambah lagi dengan ukiran kayu Jepara yang memang sudah diakui.
Keterampilan mengukir bisa disebut sebagai sebuah warisan serta umumnya diturunkan ke generasi berikutnya baik itu pada pria atau wanita. Tidak hanya seni ukir, namun sebenarnya ada banyak seni kerajinan Jepara seperti contohnya seni relief, seni patung, seni macan kurung, seni anyaman bambu dan lain sebagainya.
Julukan The World Carving Center
Sekarang ini, kota Jepara dikenal dengan nama Kota Ukir dan berubah kembali menjadi Kota Ukir Dunia. Sesudah citra kota Jepara meningkat menjadi The World Carving Center, maka berbagai ukiran Jepara yang sudah terkenal tersebut semakin disukai bahkan sampai mancanegara.
Berbagai ukiran khas Jepara tidak hanya sangat laku di Indonesia, namun juga sampai ke pasar internasional. Awalnya, ukiran Jepara hanya dibuat memakai motif tradisional Jawa. Akan tetapi karena permintaan dari apsar internasional, maka sekarang juga diproduksi berbagai motif lain seperti bergaya Eropa, gaya Inggris, gaya Cina, gaya Prancis dan masih banyak lagi.
Menurut catatan, di tahun 2015 ada sekitar 113 negara yang sudah menjadi target ekspor ukiran kayu Jepara. Sedangkan Amerika Serikat menjadi tujuan ekspor yang paling utama. Inilah yang membuat Jepara semakin dikenal sebagai kota ukir dunia.
Motif Ukir Khas Jepara
Ukiran Jepara memiliki ciri yang sangat khas dan menjadi tanda jika ukiran tersebut merupakan asli dari kota Jepara atau bukan. Salah satu ciri yang paling khas adalah bentuk corak serta motifnya. Daun trubusan merupakan motif yang terdiri dari dua jenis yakni terlihat dari yang keluar pada tangkai relung serta yang keluar dari ruas atau cabangnya.
Motif Ukiran khas Jepara yang asli juga dapat diketahui dari motif jumbai dan ujung relung yakni daunnya terlihat seperti kipas terbuka di ujung daun yang meruncing. Selain itu, ada juga tiga hingga empat biji yang keluar dari pangkal daun ditambah tangkai relung yang memutar memanjang serta menjalar membentuk beberapa cabang kecil untuk memperindah dan juga mengisi ruang. Selain itu, ada juga beberapa motif khas dari Jepara, seperti:
-
- Motif makara: Ini adalah gaya ukiran kombinasi 2 unsur budata yaitu budaya Hindu Jwa serta budaya Islam. Ini adalah makhluk mitologi Hindi dalam tokoh dongeng yang biasa dilihat pada relief candi Indonesia.
- Motif naga: Naga adalah hewan mitologi yang dipercaya sebagai sebuah simbol penguasa serta juga dikenal di seluruh dunia. Biasanya, motif ini ada pada pintu bledek masjid Demak serta juga sering diaplikasikan di gebyok, lukisan suku Dayak serta relief.
- Motif gunungan, daun serta tumbuhan: Ini juga menjadi motif yang banyak dipakai dalam ukiran Jepara. Contohnya seperti bentuk daun yang meruncing ke arah atas serupa dengan daun pandan.
- Motif makara: Ini adalah gaya ukiran kombinasi 2 unsur budata yaitu budaya Hindu Jwa serta budaya Islam. Ini adalah makhluk mitologi Hindi dalam tokoh dongeng yang biasa dilihat pada relief candi Indonesia.
Tradisional yang Paling Banyak
Berbagai ciri khas yang sudah dijelaskan di atas sebenarnya sudah cukup menjadi identitas dari ukiran Jepara. Bentuk motif ukiran ini juga disematkan pada berbagai furniture rumah tangga seperti meja dan kursi yang ditambahkan dengan ukiran Jepara termasuk juga untuk pigura foto yang juga ditambahkan dengan ukiran khas Jepara.
Semakin meningkatnya kualitas dari produk serta pengawasan mutu sudah menjadi target utama dari Jepara supaya bisa masuk ke pasar internasional sehingga kepercayaan luar negeri pada produksi industri kota Jepara juga bisa meningkat. Jepara terkenal sebagai penghasil mebel yang paling besar di Indonesia yakni tanggal 17 Juli 2010 dimana pada tanggal tersebut sudah berhasil memecahkan rekor Indonesia untuk kegiatan ukir kayu secara bersama dalam sebuah tempat yang dihadiri 502 orang. Dengan begitu, MURI mencatatkan Kabupaten Bumi Kartini tersebut dalam buku rekor ke 4391.
Sertifikat atau piagam MURI ini kemudian diserahkan Kepala Museum Rekor Indonesia yang diwakili oleh Ariyani Siregar seorang deputi manajer pada Bupati Jepara yakni Drs. Hendro Martojo di alon alon Jepara berbarengan dengan diselenggarakannya lomba mengukir untuk memperingati hari jadi Kabupaten Jepara.
Seni Ukir Jepara Sudah Terkenal di Abad ke-19
Di abad ke 19, Jepara sudah terkenal sebagai produsen ukiran dan juga mebel hingga sekarang telah dikenal seluruh duni berkat andil dari Kartini. Seni keterampilan tersebut ada di pengarjin Jepara yang diperoleh turun temurun dalam menghasilkan ukiran serta mebel khas Jepara. Dari sejarah, yang mengajarkan mengenai seni ukir ke masyarakat Jepara adalah Tjie Hwio Gwan atau disebut juga dengan Sungging Badar Duwung ketika masa kerajaan Kalinyamat.
Di kota Jepara, keterampilan tersebut bukan sekedar kegiatan mengukir serta memahat, namun telah menjadi bagian seni budaya serta ekonomi. Untuk itulah, Jepara mendapat julukan sebagai kota ukir serta The World Carving Center. Hampir di seluruh sudut kota di Jepara dapat dilihat sentra produksi Jepara yakni untuk mebel serta ukiran yang lain seperti relief, patung dan masih banyak lagi.